Sunday, October 26, 2008

sorry but i dont think i love you that much :)

almost half day i spent my sunday by watching boston legal, season 4 (thanks to citra yang telah rela mengantarkan dvd serialnya - barter sama glossary & kamus software juga sih, hehe).
mau gak mau harus inget ni serial yang sempet ditonton pas masih kuliah dulu (dulu??) sama pipin ama citra, season 2-nya (yang gw inget mah cuma si pemeran utama yang 2 orang-gila-freak-tukang maen cewek (trus apa yang bagus coba dari serial ini, ha??)) dan si lawfirm yang menang hampir di semua kasus yang mereka tangani. oh iya, ada juga dulu si associate mudanya (cowok) yang sempet cinlok sama associate muda (cewek) juga, sekarang udah jadi district attorney (jaksa) yang di season ini malah jadi lawan "mantan bosnya".
seru sihh sebenernya, ngliat gimana kerja si lawfirm litigasi ala boston yang isinya orang2 setengah sarap karena gak kayak lawfirm pada umumnya (isinya orang2 ajaib semua coba?), trus gimana mereka ngehandle klien dan per kasus, trus bond yang terjadi antar lawyer, plus intrik2 dan affair2nya (nah ini dia ni yang paling mengundang pertanyaan, tiap generasi selalu ada affair antar lawyernya, heran, beneran witing trisno jalaran suko kulino apa?)
kali ini bukan pesan moral yang tersibak di balik serial ini (secara isinya - kalo masalah kerjaan sih keren, oke banget gimana mereka bisa cari celah di tiap kasus, dan most of emang ngebelain yang pantas dibelain - secara hati nurani yaa - tapi kalo liat pergaulannya, yak berasa gak ada moral - namanya juga america?), tapi satu quote yang diucapin sama senior partnernya ke mantan pacarnya yang juga senior lawyer/partner di situ.
It become my fav quote - at least for this week :D
(pas mantan pacarnya gak mau diajakin balikan karena udah "tinggal bareng" sama partner yang lain)
om-om bilang: "but i love you and i know you're the one".
tante -tante jawab: "i'm sorry, but i cant. if you do love, then you have to let me go (kayaknya seinget gw, hehe), you have to let me happy with him"
trus si om bales: "well, i dont think that i love you that much"
(artinya kira2 yaa si om-om ini masih cinta banget sama si tante-tante, saking cintanya, walaupun udah berganti2 pacar ampe kawin 6/7 kali, dia masih menganggap si tante adalah his only one, dan dia gak ikhlas si tante jalan dan tinggal bareng partnernya yang laen - secara juga partner yang lain itu musuhnya juga - pusing kan ngikutin cerita aneh ini?? - tetep gw suka nontonnya, hehe. udah gitu ya pas disuruh ngikhlasin dia bilang emang dia cinta banget ama si tante, tapi gak secinta itu sampe ngikhlasin si tante buat sama orang lain - or in other words dia gak ikhlas kalo si tante bahagia sama orang lain!).
*merasa sering mengalami kejadian atau kalimat itu terasa dekat dengan anda? well, you're not the only one, karena setelah saya sadari, i've been that too (curcol - haha!)*

Friday, October 24, 2008

bang bing bung - yok kita nabung!

siang (dan sore) ini beneran deh, ngantukkk banget rasanya.
udah minum u-see 1000 orange, jadinya malah atit peyut, trus mengunjungi toilet deh buru2.
padahal niatnya bener, mau membuat mata melek (dan melanjutkan usaha tidak tergoda akan kopi selama sebulan ke depan - syukur2 setaun :P - tapi tadi tergoda ngicip bengawan solonya mbak tia - ampunnnn dj, dikit kok, cuma se-slurrrp doang!)
gara2 tadi pagi bangunnya kepagian apa - emmm maksudnya abis subuh gak tidur lagi, trus jalan dari kosan jam 7an (rajin amat mbak? mo buka kantor?), trus nyampe kantor jam 8 lewat dikitlah. niatnya abis naro tas mo langsung ke gedung sebelah, mo buka rekening baru di bank baru, hehe...
kan sesuai resolusi (resolusi menjelang akhir tahun - di mana-mana mah resolusi awal tahun bukan?) bulan ini, at the end of this year udah harus bisa ngumpulin sejumlah uang (jumlahnya rahasia - hanya ibu saya dan satu manusia - emm cumi yang tau).
gak buat kawin kok, tenang... saya masih belum menemukan pangeran yang tepat - emmm lebih tepatnya yang sanggup menangani keliaran saya, hahaha...
itu tabungan saya buat dengan tujuan gak bole diutak atik - jadi ada tabungan terpisah, ada yang buat pemasukan dan pengeluaran, trus ada yang gak bole diambil kayak yang ini. abis kalo cuma satu (kayak sekarang - walaupun udah ada tabungan yang nempel sama tabungan induk yang juga gak bole diapa-apain untuk jangka waktu tertentu) susah buat nahan diri - apalagi ada teknologi atm kan? menggoda iman banget lagi.
(well, secara di gedung ini atmnya berserakan, hehe. apalagi si mini(banget)market udah ada temennya sekarang, si s***mart di luar b1 deket pakiran, makinlah senang hidup ini bergelimangan makanan... but enough is enough! kan udah dinista umat selama di pinang gara2 over(over)weight, jadi sekarang insap dan mengurangi cemilan - banyak makan buah buah dan buahhh - lho kok jadi panjang ngomongin atm - makanan sampe berat badan yaaa??)
makanya saya pilih bank satu lagi, yang gak terlau jauh dari kantor (gedungnya sebelahan - eh tapi tar kalo kita jadi pindah gedung, malah satu gedung sama si bank ituhhh :D), kan enak kalo ada apa2, urusannya deket.. (asal jangan urusan ngambil duit lagi aja, capek dong nabungnya qor?)
ayo ayo!
semangat menabung!
biar impian-impian-impiannya segera tercapai!
(duhhh baru inget impian-impian-impian saya banyak banget tahun ini, dari kuliah lagi (bingung milih apaaaa???), jalan2 ke turki-yunani, umroh barengan, (nyicil rumah?) trus kawin...)
KAWIN???
ya kawin, menikah, get marry or whatever it called (emang gak bole apa niat kawin? hehe - asal mbak kanya gak tau aja ni - bisa dicubit biru2 kalo kejadian aku duluan nikahnya haha).
btw, siapa yang mo ngawinin gw coba?
sapa yang ikhlasss???

Thursday, October 23, 2008

pertanyaan (bodoh) yang (tidak) butuh jawaban

(ini sebenernya diputer sebelum si my immortal, tapi karena kepanjangan, trus agak ribet pas dimasukin blog, yaudah telat deh ngantrinya... emm lagunya bagus, tapi ini lagi-lagi cewenya disakitin sama cowo @$@#%*^%^$%#@@&%* ya?? - kapan coba lagu2 kebalikannya - dimana cowonya yang dijajah si cewek bisa booming trus sekeren ini?)
- tapi beneran kok ni lagu bagus, dan i love the tunes (selain liriknya yang dalem - yang juga bagus.....) everytime diputer ato didengerin, mo di radio, di itunes, di kompie tetangga juga gak papa, i still enjoy it kok -
----------------------------------------------------
If you, if you could return
Don’t let it burn, don’t let it fadeI’m sure
I’m not being rude
But it’s just your attitude
It’s tearing me apart
It’s ruining everything
And I swore, I swore I would be true
And honey so did youSo why were you holding her hand
Is that the way we stand
Were you lying all the time
Was it just a game to you
But I’m in so deep
You know I’m such a fool for you
You got me wrapped around your finger
Do you have to let it linger
Do you have to, do you have to
Do you have to let it linger
Oh, I thought the world of you
I thought nothing could go wrong
But I was wrongI was wrong
If you, if you could get by
Trying not to lie
Things wouldn’t be so confused
And I wouldn’t feel so used
\But you always really knew
I just wanna be with you
And I’m in so deep
You know I’m such a fool for you
You got me wrapped around your finger
Do you have to let it linger
Do you have to... do you have to
Do you have to let it linger
And I’m in so deep
You know I’m such a fool for you
You got me wrapped around your finger
Do you have to let it linger
Do you have to, do you have to
Do you have to let it linger
You know I’m such a fool for you
You got me wrapped around your finger
Do you have to let it linger
Do you have to, do you have to
Do you have to let it linger
(linger, the cranberries)
-------------------------------------------------
ps : bener deh,, kok masih ada (salah! kok bisa ya - sering juga kali yaa - ada cowok yang bisa-bisanya nyakitin cewe yang sayang sama dia - ada yang bersedia menjawab??)

sudirman, hujan di siang hari (pada mau pulang cepet kan kan kan???)

(gara-gara bang santo masang lagu begini, jadi keinget, trus langsung gatel deh nyari liriknya)

----------------------------------------------------------

I'm so tired of being here
Suppressed by all my childish fears
And if you have to leave I wish that you would just leave
'Cause your presence still lingers here
And it won't leave me alone

These wounds won't seem to heal
This pain is just too real
There's just too much that time cannot erase

When you cried I'd wipe away all of your tears
When you'd scream I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have
All of me

You used to captivate me
By your resonating life
Now I'm bound by the life you've left behind
Your face it haunts
My once pleasant dreams
Your voice it chased away
All the sanity in me

I've tried so hard to tell myself that you're gone
But though you're still with me
I've been alone all along

(my immortal, evanescence)

---------------------------------------------------------

Wednesday, October 22, 2008

mulutmu harimaumu!


10.28 pm, oct 22

Berbicara tentang peminta-minta, saya mengingat suatu peristiwa dengan setting sebuah angkot di depok suatu siang, di mana keadaan angkot saat itu tidak terlalu penuh, dan semua penumpangnya adalah perempuan (termasuk saya, yang saat itu duduk di belakang). Kali ini subjeknya adalah si abang tukang angkotnya dengan seorang pengamen sebagai pemicu dan saya kategorikan sebagai objek “pembicaraan” yang menghangatkan suasana siang itu (yang memang sudah hangat tentunya!).
Tak berapa lama setelah saya naik angkot tersebut dari arah ITC (terminal depok), naiklah seorang remaja tanggung, entah siapa namanya, berapa umurnya, dan tinggal di mana – yang pasti tujuannya menumpang angkot yang saya naiki adalah untuk mengamen, karena ia langsung memainkan alat musim sederhana dan memamerkan suaranya yang tak bisa dibilang sempurna (maaf, tapi saya hanya mencoba untuk obyektif, well I’m not a jury also, aren’t i?). Cerita tak berhenti sesampainya si cowok muda ini berhenti menyanyi dan orang2 memberikannya uang sebagai balas jasa menghibur di siang yang panas menyengat – dan sebenarnya tak juga dapat disebut hiburan karena singkatnya lagu yang ia nyanyikan, hehe – tapi justru mencapai klimaks saat si anak telah turun dari angkot tersebut.
Mengapa demikian?
Karena yang menjadi bahan renungan saya (sebelumnya bahan omelan dan prihatin saya sebagai penonton) adalah omongan dan protes sang supir angkot yang ngomel tak karuan ketika angkot mulai jalan lagi setelah si pengamen tanggung itu turun dan melanjutkan perjalanannya. Si supir angkot tersebut MENGOMENTARI perbuatan penumpang angkotnya yang menurutnya BoldBEREBUT memberikan nafkah untuk si pengampen tadi, padahal uang yang diperoleh tersebut hampir pasti akan dibelikan obat (baca : bukan obat pilek, batuk atau pusing karena sakit, tapi obat-obatan buat mabok, teler, fly, atau apapun itu namanya – yang jenisnya juga saya gak hapal). Tadinya saya tak terlalu menggubris omongan si supir (yang nadanya semakin meninggi dan logatnya tak bisa dibohongi pasti dari sumatra – haha, sempet2nya menganalisa asal orang di tengah huru-hara yee??), tapi ni orang beneran deh, makin nyolot dan ngebego2in orang2, termasuk penumpangnya di belakang yang menurutnya munafik dan bodoh, ikut merusak generasi muda.

Selintas...

Supir angkot : (berkata pada ibu yang ada di sebelahnya, dengan nada tinggi)
“Cobalah bu! Orang-orang ini, baru aja ada anak macam gitu, langsung berebut ngasi uang! Udah kayak gak laku lagi uangnya nanti. Padahal tau ibu diapakan uang itu? Dibelikan minuman bu! Sama obat2! Macam aku tak tau aja! Dimana-mana sama aja mereka, udah sering aku liat!”

Ibu-ibu 1 : (bingung mo jawab apa, males juga nanggepin supir angkot nyolot)
Ya..

Supir angkot : (masih nyolot)
“Padahal bu, masih banyak orang yang butuh uang kan, kalo memang mau ngasi carilah benar-benar! Jangan sok kaya dengan ngasi ke pengamen trus berebutan kayak dapat pahala aja! Coba bu, dapat pahala apa mereka? Kalo dibelikan minuman uang itu”

Ibu-ibu : (makin males, tapi akhirnya mencoba menjawab)
“ya pak, kita kan memberi dengan niat baik, itu yang Tuhan tu, kalau ternyata dipergunakan untuk niat yang tidak baik ya bukan urusan kita lagi, karena toh kita memberi bukan dengan tujuan merusak dia, tapi untuk menyelamatkan dia. Begitu pak!”

Supir angkot : (melengos)
“oh gitu ya bu? Jadi kalau kita kasih uang trus uang yang kita kasih dipake untuk beli obat tak apa? Bukannya dosa kita? (dengan nada sedikit mengejek – seakan tak percaya)

Ibu – ibu : “ya kan kita gak tau juga, pak... dia kan gak ngobat di depan kita”

Supir angkot : “tapi saya sering liat begitu, bu. Dimana-mana sama aja anak2 itu! Ngobat semua!”


Yak!
Percakapan yang saya ingat sampai di situ karena saya kembali sibuk dengan pikiran saya sendiri – tentang omongan nyinyir si supir hampir pasti – yang mau tak mau bikin saya empet siang2 bolong!
Mau orang ngasi uang ke pengamen itu kek, nggak ngasi kek, apa kek pertama ya gak ada kaitannya dengan dia sendiri, toh penghasilannya sebagai supir angkot tak berkurang karena orang menyisihkan sebagian untuk si pengamen juga kan? Kedua, kalau memang dia keberatan, kenapa dari awal dilarang buat nebeng di angkotnya juga? Dan ketiga, mau diapain juga tu duit juga gak ada kaitannya dengan dia juga kan? – walaupun kalau benar tu duit dipake buat ngobat, mending mati aja tu anak ya? (astaghfirullahaladzim... sabar qor.. sabaaaaaarrr).

Saya jadi mikir posisi saya dan si supir angkot apa sama dalam kasus bapak peminta-minta di jembatan busway tadi? Ketidakrelaan melihat si bapak menggunakan uang jerih payahnya berdiri menengadahka tangan untuk sebatang rokok apakah sama dengan omelan panjang si supir nyinyir yang tak ikhlas angkotnya menjadi ajang pemberian rezeki pada pengamen tanggung yang dicurigai sebagai pemakai (obat-obatan terlarang)? Atau ada unsur iri hati bin dengki di hari si supir yang empet ngeliat si anak dengan mudahnya bergelayutan dari satu angkot ke angkot lain untuk mengumpulan uang dengan modal kecrekan, sedangkan dia harus berjuang dengan kopling, rem dan gas sepanjang hari bermodal bensin pula untuk mengumpulkan rezeki?
Wallaualambissawab!
Bisa jadi supir angkot itu memang memiki kondisi yang sama dengan saya, yang kehilangan semangat kemanusiaan pada seseorang (tapi dia mah sama semua pengamen, saya hanya kecewa pada beberapa, belum semua kok!) yang dianggap telah menghancurkan kepercayaannya (mungkin akibat apa yang ia lihat) karena mempergunakan uang hasil ngamen untuk ngobat, sementara saya kehilangan simpati dan kecewa pada seorang bapak karena sebatang rokok yang ia hisap bersamaan dengan kondisinya yang masih menengadahkan tangan mengharapkan belas kasihan orang. Tapi saya bersyukur saya tak sempat ngomel2 pas berhadapan dengan si bapak-bapak peminta-minta tersebut, tak seperti si supir angkot yang justru karena kenyinyirannya sukses membuat saya, penumpang lain, lain dan lain di belakang dan di depan merasa terganggu dan saling melihat satu sama lain – dan mungkin berfikiran sama, bertanya-tanya apa kita gak salah naik angkot? Kenapa si orang mulutnya lemes banget sih? Yaudahsih suka2 tuh anak juga kali...

Walhasil, itulah hidup!
Terkadang saya menjadi pelaku yang ikut meramaikan suasana, terkadang saya menjadi pengamat yang berusaha untuk budiman dan berperikemanusiaan. Aneh rasanya ketika berada di posisi supir yang ”merasa” tau bahwa uang itu dipergunakan untuk hal yang tidak baik tapi melihat kenyataan masih ada saja orang yang mau menyisihkan uang untuk si pengamen, dan di sisi lain saya adalah salah satu dari ”orang bodoh” yang dituduh supir angkot itu sebagai ”manusia yang sok mencari pahala dan munafik” – awas lo pir! – ikut panas juga mendengar komentar2 ajaib yang sesukanya keluar dari mulutnya. Bisa-bisanya dia ngomong begitu di tengah perempuan2 yang memiliki kemungkinan untuk protes – emmm saya sih iya, gak tau deh yang lain, hehe – karena dikatain seenak udelnya! Kalo saya kemudian turun dan memutuskan untuk menolak membayar gimana? Sebagai pelampiasan sakit hati saya dan impas dengan omongan nyelekitnya? (sudah pasti saya ditereakin kok, jadi jangan khawatir pemirsa, saya bayar kok si angkot walau dengan hati bersungut-sungut karena empet denger komentar anyep si supir).


Pelajaran moral : ini baru beneran, mulutmu harimaumu!

jembatan busway karet



9.18 pm, oct 22

Masih inget lagu “Lihat Lebih Dekat” nya Sherina?
Hmmm... tadi sepanjang perjalanan pulang dari kantor entah kenapa lagu itu sempat mengganggu pikiran saya, dan entah kenapa pula sejalan dengan renungan pulang kantor saya hari ini.

Melewati jembatan busway karet, ada kenyataan baru bahwa jumlah peminta-minta bertambah cukup signifikan. Kalau dulu (sebelum lebaran) berkisar 3-4, sekarang ada penambahan 2-3. Kalau sebelumnya bisa ditemui pada posisi tangga turun ke arah casablanca, sekarang tak jauh dari turunnya penumpang dari busway dan baru akan naik ke atas jembatan kita sudah bisa menemukan sosoknya. Jenis kelamin bervariasi, walaupun hampir 80% laki-laki dan sebagian besar adalah pemain lama yang sudah saya hafal raut wajahnya (bukan kurang kerjaan lho, tapi mau gimana lagi tiap hari i’ve to walk through it) dan mau tak mau ya terpatri wajah itu satu demi satu di benak saya – dan sejujurnya proses pengenalan itu sempat membuat saya kecewa, karena sempat melihat salah satu (atau salah dua? Salah tiga? Atau jangan2 semuanya?) dari mereka merokok. Ya... merokok, smoking, menghisap rokok, whatever it’s called, di depan mata saya.
Padahal batin saya masih tergerus melihat keberadaan mereka, dengan umur yang bisa dibilang cukup senior, dan keberadaan mereka di jembatan busway sebagai kaum peminta-minta, ternyata masih bisa beberapa dari mereka merokok. Ya.. merokok!
Maaf sebelumnya jika postingan ini menyinggung perasaan orang2 yang berseberangan ide dengan saya tentang rokok. Saya bukan penentang hak asasi di bidang “menikmati rokok” atau penentang kaum peminta-minta yang merasa memiliki hak yang sama untuk merokok, tapi ya Allah, lihat apa yang terjadi di depan saya, seorang bapak-bapak tua yang tuna netra (saya meyakini demikian karena dia berdiri dengan menopang sebuah tongkat, dan matanya tidak terbuka dengan jelas, dengan tangan yang satu menengadah ke atas) yang sebelumnya mengundang simpati – saya, ya, yang lain saya kurang paham dan tidak terlalu perduli dengan pikiran orang2 yang lalu lalang di jembatan itu – beberapa hari kemudian terlihat menghembuskan asap dari mulutnya, dan di sela jari-jarinya tersisip sebatang rokok yang telah terbakar setengah. Nah lho! Jangan salahkan saya kalau rasa simpati saya kemudian hancur berkeping-keping dan luluh lantak jatuh nyungsep ke bawah jembatan.
Sejak malam itu setiap melihat si bapak tua selalu terlintas dalam benak saya, apa sebenarnya yang ia fikirkan? Di saat ia berdiri di sana dan menunggu belas kasihan orang2 yang lewat, apakah benar ia mengharapkan belas kasihan orang2 tersebut? Apakah ia berdiri di sana membela kepentingan pribadinya tanpa ditunggangi kepentingan orang lain yang berkesempatan memperalatnya? – secara ia dikategorikan tidak dapat melihat, menurut saya dia termasuk rentan untuk diperalat, bagaimana ia mengenali uang yang ia peroleh tanpa bantuan orang lain yang bisa melihat? Kecuali jika ia memang buta sejak lahir dan memiliki kemampuan untuk mengenali apa yang ia punya dengan indra perabanya. Lebih jauh lagi, saya sering mempertanyakan (dan tak kunjung mendapatkan jawaban tentunya – karena pertanyaan ini sampai detik ini tersimpan dalam benak saya – emm pernah saya utarakan dengan salah satu teman kerja yang sempat pulang bareng) mengapa sang bapak peminta-minta itu merokok? Dan kalaupun ia merokok, mengapa ia lakukan itu di tempat yang sama di mana ia berjuang untuk mendapatkan rezekinya dari TUHAN?
Mungkin fikiran si bapak begitu simpel, dan tak seribet saya (yang memang terlahir demikian, haha) dan yang ia rasakan saat itu adalah ia hanya ingin merokok, dan that’s it! Dia pun menghisap rokoknya, tak perduli saat itu kerumunan lalu lalang orang melewati jembatan mungkin ada yang sadar atau tidak, peduli atau justru apatis, kasihan atau malah kesal menatapnya.
Saya, sejujurnya perasaan melihatnya pertama kali dengan sebatang rokok itu, emmm kesal, ya... kesal! Merasa dibohongi, dibodohi – berlebihan mungkin, tapi bagi saya, pangan adalah kebutuhan utama manusia, jadi dalam benak saya yang dhaif ini bapak tersebut bertengger di sana dengan alasan kemanusiaan dan cukup urgent – yaitu menanti rezeki untuk makan, entah untuk dia seorang atau juga untuk keluarganya. Kalaupun bukan karena alasan perut, saya meyakini masih ada kebutuhan pokok manusia lainnya seperti sandang dan papan (bukan?) yang juga harus terpenuhi. Dan entah mengapa saya tidak melihat korelasi rokok dengan keberadaan si bapak di kasus ini. Maaf sekali lagi kalau tulisan saya ini sarat nada kecewa atau apatis terhadap perokok – atau bapak yang merokok dan mungkin tak memiliki kaitan apapun dengan saya dan merasa haknya sebagai warga negara untuk merokok tak berhak saya ceramahi! Tapi saya jujur mengatakan bahwa saya kecewa..

Saya kecewa dengan sikap si bapak.
Saya kecewa dengan perbuatan si bapak.
Saya kecewa dengan pilihan si bapak.

Bukankah uang untuk mendapatkan rokok tersebut (kalo iya rokok itu ia beli) bisa lebih bermanfaat jika dipergunakan untuk hal lain? Entah itu untuk ia makan, atau anak istrinya yang menanti rezeki darinya?
Walaupun mungkin harga si rokok dengan penghasilannya (saya tak tau berapa dan tak tertarik menghitungnya dengan hitungan matematika atas dasar kemungkinan-kemungkinan) tak membuat apa yang ia peroleh berkurang jauh, tapi tetap saja, saya yakin uang untuk rokok itu masih jauh lebih berguna (insya Allah) untuk hal lain, dibanding untuk membeli rokok!
Lalu bagaimana jika rokok itu ia peroleh tanpa menukarkannya dengan uang?
Bagaimana kalau rokok itu ia peroleh dengan cuma-cuma alias gratis?
(alangkah baiknya orang yang memberikan rokok tersebut pada si bapakAPA DIA TAK MEMILIKI HAL LAIN UNTUK DIBERIKAN SELAIN SEBATANG ROKOK??? Nauzubillah... berkobar rasanya semangat saya untuk memberantas makhluk seperti ini).
Dengan suksesnya makhluk ini telah berhasil membuat saya kehilangan simpati untuk si bapak tua.
Semoga (kalau benar rokok ini gratis oleh seseorang) di akherat kelak saya bisa bertemu dengan orang tersebut dan mempertanyakan alasannya atas tindakannya yang budiman itu (maaf pemirsa, terus terang perasaan saya masih berkobar-kobar saat ini!).

Mungkin simpati saya tak berarti banyak, pun mungkin tak ada artinya, karena si bapak tua tak pernah tau tentang alam pikiran saya, dan dia tak tau salah satu pengagumnya telah kehilangan pesonanya, pesona untuk melanjutkan simpatinya, akibat sebatan rokok. Toh kalaupun saya merasa reluctant untuk memberikannya rezeki yang pantas ia terima, masih banyak orang di luar sana yang masih mau membagi apa yang ia punya dengan si bapak tua. Mungkin pemberian saya pun tak banyak membuat perubahan atas penghasilannya, sehingga it makes no difference to him.
Tapi rasa sakit yang melanda saya belum sembuh benar, walaupun kejadian itu terjadi beberapa waktu lalu. Setiap saya melewati sang bapak, peristiwa mengenaskan bagi dunia kemanusiaan itu masih menghantui saya, dan saya terpaksa melengos dan berpura-pura tak melihat si bapak, dengan perasaan (sedikit) sedih dan kecewa.
Mungkin ada yang berfikir kalau apa yang saya rasakan terlalu berlebihan, dan tak sepantasnya saya complain tentang orang yang tak ada hubungannya dengan saya – toh, kalo mau, kasih aja duit sama si bapak, selesai ceritanya – ato yang diemin aja, anggap aja dia gak ada, ya kan? – tapi sayang perasaan saya masih berjalan, teramat baik untuk kasus ini.


Pelajaran moral : bukan hanya mulutmu yang menjadi harimaumu, tapi tindakanmu pun adalah harimau dalam hidupmu!

azzam, untukku




- agak gak penting juga sih, cuma sebelum nulis ini I’ve just seen ariel – sebenernya peterpan sih di trans7 LIVE – tapi arielnya looked OK, hehehe, dengan rambut ala2 cepak gitu – dan ternyata ulang tahunnya I gossip infotainment yang kedua – trus males deh tiba2 ada si ipul jamil diwawancara -


Hmmm… kalau ada yang paham atau sadar (ada ke??), judul blog ini berubah beberapa waktu setelah kelahirannya.
Mengapa sekarang menjadi azzam – to be honest bukan karena keberadaan dwilogi Ketika Cinta Bertasbih, dan berniat mengabadikan nama sang tokoh utama di halaman ini (yess, i’m one of kang Abik and his novel’s big fan, esp. this one), because i’ve fallen for this name, this word actually since i was in high school. Saking kagum dan cintanya dulu (sampai sekarang sih), saya langsung berniat menyimpan si “azzam” untuk nama anak lelaki saya kelak :D

Azzam…
Untuk orang melayu, seharusnya kata ini familiar (tapi di pinang jarang digunakan, bahkan hampir tak pernah? – orang seberang yang suka sangat pakai kata ni kan..
Azzam yang saya paham, dikonotasikan sebagai suatu tekad yang kuat, bulat, teguh (dan tak diciptakan untuk sekedar hilang?), yang sejalan dengan harapan, cita-cita, mimpi dan keberanian.
Seorang yang berazzam adalah seorang yang memiliki keyakinan kuat akan apa yang ia yakini akan terjadi. Seorang yang berazzam adalah seorang yang memiliki mimpi, cita-cita yang ia bangun untuk menjadi kenyataan, bukan hanya sekadar khayalan atau angan-angan kosong. Seorang yang berazzam pantas dihormati atas mimpi dan harapan yang ia perjuangkan, lebih terhormat dibanding manusia yang tak memiliki apapun untuk diperjuangkan, bahkan sebuah mimpi.
Azzam adalah spirit, semangat untuk maju, untuk bangkit, untuk menang.
Azzam menyimpan kekuatan, keteguhan, ketabahan dan kesabaran menghadapi rintangan atau aral yang menghalangi tujuan.
Azzam adaah potret akan keniscayaan bahwa jika kau meyakini akan sesuatu, dan berusaha keras untuk mewujudkannya, kau sudah setengah jalan untuk mendapatkan cita-citamu itu (pun jika ternyata kau tak memperoleh yang kau inginkan, you are the winner, karena telah berani berazzam, dan lebih jauh lagi, azzam itu telah lahir dalam bentuk usaha dan kerja keras).

Sekarang ku bertanya,
Masihkan azzam itu ada di diriku?
Apa bentuknya sekarang?
Apa azzamku sebenarnya?
(i keep it as my homework tonight, fellas)


PS : berbahagialah ibu yang memiliki azzam, memiliki anaknya sebagai azzam, untuk tidak kalah menghadapi hidup dan kehidupan.. wait there, moms, i’ll be one of (yahh, kalaupun anak saya kelak tak dapat dinamai azzam, i’ll always have them as my spirit, my azzam to better and better, ever after)

tidakkah mereka mengerti?

mengapa manusia diciptakan dengan rasa iri?
apakah rasa syukur itu belum juga bisa memenuhi rongga dada mereka?


how i really wondered...

Sunday, October 19, 2008

pening kepala

gara2 baca berita (baca : gosip) di detikhot kalo si BCL lagi persiapan untuk kawin (baca : nikah, karena kadang2 asosiasi orang2 berbeda terhadap 2 kata ini), terbacalah komentar yang sangat khas melayu. si pacar sang artis yang juntrungannya melayu malaysia-inggris berkomentar kalau dia "pening kepala".
hahaha,,,
langsung terkenang kampung halaman - lah, dah nak balek lagi, ri? - segera sadar dan bertobat!
taklah sampai nak balek lagi, cuma emmm... rindu (yep, rindu alias kangen) dengan rumah, dengan orang2nya, dengan melayunya - dengan semuanya yang mengingatkan pada rumah.
ya Allah, kapan rasa rindu hamba-Mu ini akan terbayar (lagi) dan tak lagi terulang dengan rindu-rindu selanjutnya? - lah, kalau macam tu, balek ajelah kat pinang, kerje kat sane - camne?? - senanglah mak aku kan, tak risau anak gadis die menyampah kat rantau (hehehe).

gara-gara dvd

sabtu - minggu yang tadinya bisa jadi waktu yang tepat dan mantap untuk menulis, malah babay gara2 nonton dvd...
hehehe, tadinya jumat malem udah gatel banget pengen nulis, ampe pengen ganti judul blog segala.. lah besoknya gara2 ribet ngurus arisan (gak ribet2 amat sih, tapi GARA2 MANUSIA2 yang arisan pada bawel, banyak maunya, gak suka panas2an siang, pengennya nyari tempat yang adem, tapi pada gak pengen jauh2 (tuh kan banyak maunya kan???), selamatlah si jabang bayi tulisan sabtu itu. gimana mau nulis juga, secara abis ngumpul, makan, lanjut karaoke ditambah berburu dvd (feat citzrock dan rilacum) dan buah (yang ini khusus saya doang yang kehabisan stok buah di kulkas) di itc kuningan...
udah gitu beoknya dari pagi hidup terasa lambat berjalan (aihhh), gara2nya ya si dvd!
malem sebelumnya cuma dapet stardust, lanjut what happens in vegas, trus bersosialisasi dengan manusia - bahaya kan kalo seharian hanya bersentuhan dengan laptop ( baca : kemajuan teknologi) tanpa manusia nyata? - trus lanjut kung fu panda dan alvin and the chipmunks ;)
untung kemaren si citcut gak jadi minjemin boston legal season 4- punya dia.
kalo gak pasti pagi ini ngantor dengan mata setengah lebam dan kepala cenut2 snut gara2 begadang nonton dvd, hehehe..
* jadi inget masa2 gila dvd - ama depina feat citcut di kosan dulu (pertengahan tahun lalu if i'm not mistaken), trus rusak, hancur gara2 si gilmore yang diharapkan happy ending (menurut saya dan depinah tentunya) malah aneh ending (mungkin happy ending sih, tapi please dong, masa gitu sih akhirnya??? capek tau yang nonton - hahaha, maksa berat!).

Thursday, October 16, 2008

ironi - ironis?

tadinya udah full idea mau nulis (makanya pagi2 dah nyampe kantor, hehehe). eh jeng jerengjengjeng,, abis sarapan di B1 bawah trus mulai buka laptop malah bengong... buka2 facebook, cek fs, buka blog, trus bingung "mo ngapain ya barusan?"..
hahaha...
bukti nyata, sarapan malah membuat konsentrasi melayang-layang...
(apa gara2 tadi sarapan mi instant (baca : racun yang mematikan perlahan, tapi tetap disukai dan dicintai masyarakat kita - termasuk saya salah satunya)?

euphoria - jilid 1

weeeee...
akhirnya selesai juga si tugas yang bikin 2 hariku tersita!
let's go home then!
yiiiihaaaaaaaaa ;)

ribet atau males?

(oct 15 2008 – 10.13 pm)

Kali ini tentang “anggapan seorang teman yang menganggap saya anak baik (baca : aneh) karena selalu (ingin) pulang (langsung) setelah pulang kantor - maksudnya gak mau mampir di mana2 dulu, buat ketemuan sama orang, atau nongkrong dkk, sepulang kantor.”
Yah, sebenernya bukannya gak pernah sama sekali main sepulang kantor, pernah beberapa kali, kalo memang memungkinkan tapi yaa, seringkali memang gak bisa, atau gak mood. Abis biasanya ajakan nongkrong, nonton ato makan datang di saat yang kadang2 kurang tepat! Kalo emang lagi ada kerjaan ato mood kurang mendukung yaaaaaa isi dompet seret. Hehehe…
Kalo mau jujur sih itu semua karena saya MALAS.. Yak! Benar! MALAS – alias malas, malas jalan, malas capek, malas pulang (makin) malam, dan memang malas! Darah (malas) papa yang mengalir di tubuh saya mungkin secara biologis lebih kental jika dibandingkan darah (rajin dan enerjik) mama. Gimana nggak kalo dulu waktu smp, saking malasnya keluar rumah (dan hobinya nonton tv berjam-jam), saya pernah “diusir” sama mama. Diusir dalam artian disuruh keluar, ke mana gitu, sama temen, ngapain kek (mungkin si ibu merasa anaknya “terancam freak” karena seneng banget di rumah, dan “kok beda sama anak2 seusianya”- EMANG BEDA! GIMANA DONG???). Waktu itu saya cuma ketawa dan mikir “ni mak-mak kok gak bersyukur ya punya anak saya? Udah bagus saya gak suka kelayapan – gak kayak anak2 lain yang bikin orang tuanya jantungan nungguin si anak pulang ke rumah – ini malah nyuruh anaknya ke mana gitu – emang manusia fitrahnya gak pernah puas ya – termasuk ibu saya ;)
For me, pulang kantor ya pulang aja ke rumah (baca : kos!). Kalo emang harus banget keluar ke mana abis itu ya, cerita lain. Rasanya gak enak aja kalo mau maen ato ketemuan sepulang kerja, udah waktunya mepet, trus tempatnya juga mungkin gak enak kalo jauh2, karena ribet mikir pulangnya gimana (yak pemirsa, mohon maap seribu maap – pada dasarnya saya emang orangnya RIBET bin RIBET. Jadi kalo mo ngapa2in, mikirnya jauhhhhhhhhbangettttt alias ribetttttttt banget, ampe kadang2 mikir mending gak usah mikir aja ya???).
Coba deh, kalo mo pergi (either diajak temen ato emang mau pergi aja sendiri) yang langsung mampir (tidak hanya sekedar mampir sih sebenernya – lebih tepatnya mendorong saya untuk berpikir!) di benak saya adalah:
1. sama siapa?
2. mau ke mana?
3. ngapain di sana? (ini nih yang sering bikin saya memutuskan untuk mendingan gak usah deh... karena menurut saya kalo tujuannnya gak jelas dan cuma ngabis2in waktu, buat apa coba? Mending juga langsung pulang. Positive reasonnya sih buat hemat tenaga buat besok – walaupun sebenernya pulang2 gak langsung istirahat juga – bisa jadi malah telp2an – baca buku – nonton tv – ato ngelakuin hal-hal gak penting yang mungkin buat sebagian orang sama gak pentingnya dengan nongkrong di luar (ato bahkan nongkrong di luar lebih meaning dibanding itu? Well... sebodo teing lah kan... namanya juga itu menurut saya, hehehe)).
4. berapa lama? (nah ini juga yang sering menjadi momok menakutkan kalo mau jalan2 ato nongkrong sepulang kerja, mau berapa lama saya stay bareng temen2? Trus enak gak kalo ternyata saya berinisiatif untuk pulang duluan? Apa gak lebih baik saya mending gak usah ikut aja dari awal? Kalo ternyata bablas maen2nya, trus kemaleman, gimana? – lanjut ke poin berikutnya dong...)
5. pulangnya gimana? (kalo kemaleman, gimana pulangnya? Emang angkot masih ada? Kalo naik taksi – taksinya gampang gak nyarinya? Trus duitnya gak sayang apa buat bayar taksi? (ini mah lebih ke medit bayar taksi pake duit sendiri – hahaha!). Kalo ternyata ada yang nganterin, enak gak ngrepotin? Trus apa gak jadinya tergantung sama yang nganterin? Kan mau gak mau harus nyocokin pas dia pulang, trus kalo dia maunya pulang ntar-ntar, apa kabarnya saya??

Nah... percaya kan kalo saya RIBET?
Itu semua yang sebenernya yang menjadi momok yang keep haunting my mind (cape dehhhh). Mau gak mau ya jadilah saya yang sekarang…
Kalo dibilang gak suka jalan ato nongkrong, ya gak juga (kan udah dibilang tadi – saya juga suka ketemuan sama temen2 – weekend ato sepulang kerja sekali2 kalo sempet dan bisa). Bahkan semenjak ngantor, frekuensi ketemuan sama temen2 ato maen plus nongkrong jadi lebih meningkat dibanding jaman kuliahan dulu…
Ya mungkin karena udah punya duit sendiri – wakwakwak :P
Itu salah satu alasan selain emang dengan masuk ke dunia kerja, rutinitas hidup semakin berkesempatan membuat saya lebih cepat tertekan – dan saya yakin bukan hanya saya korban dunia kerja bukan? Hahaha… Jadi senang2 udah kayak suatu kewajiban tiap akhir minggu, even itu cuma ketemuan ato ngobrol2 doang sama temen2…
Plus sekarang juga udah mulai pada sibuk sama urusan masing2, mau gak mau kalo gak disempet2in ya gak bakal ketemulah… beda banget sama dulu waktu kuliah, tiap hari tiap jam tiap menit bareng! – apalagi kalo pk-nya bareng trus most of mata kuliahnya sama ditambah lagi ngekos bareng! – paling misahnya kalo ke kamar kecil ato aktivitas personal laen aja (misalnya : pacaran).
Duhhh kok ya jadi panjang ngebahasnya? Nyampe2 ke memori jaman kuliah aja, hehehe… jadi kangen – kapan2 kita bahas lagi si jaman kuliah, sodara2 ;)

Itu semua alasan-alasan atau “bahan ngeles” saya atas ajakan, suruhan, godaan ato sindiran buat ketemuan ato jalan2 sepulang kantor (atau di waktu-waktu lain yang menurut saya – kurang kondusif). Everyone has choice and so am i... dan juga dikarenakan kondisi tubuh saya juga kurang kondusif kalo diajak begadang buat maen2, jadi kadang2 kata bang oma ada benernya juga bukan?


Begadang jangan begadang...
Kalau tiada artinya...
Begadang boleh saja...
Asal ada gunanya...

ps : buat mbak luki, kalo mau anaknya kayak gw, pastiin tar suaminya dapet yang males jalan, males nongkrong, trus hobinya di rumahhhhh aja... dijamin deh anaknya gak jauh2 dari situ – syukur2 kalo gennya kenceng ke bapaknya, hehehe! – eh catetan ya, mak gw juga sering complain kok punya anak kayak gw – jadi minta anaknya jangan kayak gw lahhh – minta yang much better than me ok?


pesan moral : kalo mau cari suami, carilah yang kira2 bisa menularkan kebiasaan baik pada anak di kemudian hari.. kalau terlanjur udah punya suami dan anak dengan kebiasaan dan hobi yang unik?? Yaudahlah... takdir harus diterima dengan ikhlas kan? *winkwink*



(maaf kalo postingan kali ini kurang (tidak) ada sentuhan melayu – mood sedang ingin bercerita dengan posisi kasus dan setting yang agak jauh dari dunia melayu (saya) – sodara2 harap maklum ;)

Monday, October 13, 2008

kisah sang judul - part 2

Ketika awal membuat blog ini, I was definitely full of idea while at the same moment I lost my idea to write the title (and also what to post next). There are (ok, it’s not hundreds) lots of title I thought before, and not to be added others which crossed my mind at the time. Ditambah lagi “sumbangan berjasa” seorang sahabat yang semakin memperkeruh suasana (otak), yang hampir semua idenya malah bikin senewen (thanks anyway for your help, kapan2 pasti gw nyusahin lagi kok! I swear!!!).
Akhirnya dapatlah title “dunia perempuan – melayu di perantauan”.
Mengapa akhirnya memilih kalimat itu?
Tentu karena saya (alhamdlulillah) perempuan, suka (sangat) bercerita (percaya dong?!), merasa (sebagai orang) melayu, dan tidak bisa mengelak dari kenyataan tinggal di perantauan.
Mungkin ada banyak perempuan, yang juga“berdarah” melayu (lebih baik – lebih kental?) dari saya, plus tinggal jauh dari tanah kelahiran atau “ibu pertiwi lokal-nya”. Karena bagaimanapun kisah ini hanya sekelumit dari ratusan, ribuan, bahkan jutaan kisah yang ingin dituliskan seorang perempuan yang merasa dirinya melayu dan penat dengan kehidupan rantau.

(warning 1)
Jika anda mencari kisah yang fabulous, menantang, keren, surprising or inspiring, mungkin anda telah salah membuka blog(!). Saya mungkin tak dapat menawarkan banyak pilihan menarik yang akan membuat senyum anda terus mengembang, atau air mata anda meleleh (aihhhh) karena terharu dengan postingan saya, karena blog ini bukan dibuat untuk kepuasan manusia sejagad, tapi atas dasar egoisme saya sebagai penulis yang merasa ruang gerak hidupnya perlu ia tuangkan dalam bentuk tulisan, yang merasa sebagian hidupnya bisa kembali seimbang dengan kembali tekun menulis dan mengurangi berbicara (hahaha – i wish i could!). This is me, my personal project and it has nothing to do with kepuasan pembaca. But I will be very thankful kalo ternyata ada yang masih berkenan membaca dan memberikan komentar atas apa yang saya tulis (or ketik or posting or whatever you call it), either pujian (ngarep!), sindiran, atau mungkin kritikan (tajam, pedes, lugas – syukur2 juga cerdas). Karena bagaimanapun (meminjam pribahasa kuno yang tak lekang oleh zaman) TAK ADA GADING YANG TAK RETAK. Hal pertama yang harus anda ingat ketika usai membaca tulisan saya adalah bahwa saya menulis pertama-tama adalah untuk kepuasan pribadi dan saya (tentu saja dan dapat dipastikan) jauh dari kesempurnaan. Jika yang diharapkan adalah kesempurnaan dalam penulisan atau kepuasan emosi anda sebagai pembaca, well I guess you’ve open wrong blog :D
Jadi pesan saya – jangan salah buka blog dan menyesal while you have read something (little or definitely) crap here ;)

kisah sang judul

Menulis (jurnal, catatan, diary) paling baik di malam hari.
Well, benarkah demikian?
Argumentasi pertama, malam hari adalah waktu di mana manusia (normal) usai beraktivitas, di mana manusia (normal) bisa me-recap kembali apa saja yang ia lakukan sepanjang hari, sejak bangun tidur hingga malam menjelang. You can share anything, which you have done, which you have passed before and write it on your “personal wall”. Kemudian malam hari pula otak manusia (normal) bisa beristirahat setelah seharian didera kepenatan (?).
Di sisi lain, pagi hari juga waktu yang baik untuk memulai aktivitas. Pagi hari manusia dapat dikatakan dalam kondisi (yang biasanya) full of energy setelah terbantu tidur malam. Sejujurnya belum banyak fikiran buruk (either marah, benci, sakit hati, dendam kesumat(?), malas, dan teman2nya) yang bisa mempengaruhi mood untuk menulis (juga apa yang akan ditulis). Jadi pagi hari juga waktu yag sehat untuk menulis bukan?
So, what’s your choice then?
Which one do you prefer?
Write something (more personal of course, not something related to your work or business contract!) right after you wake up in the morning or after all of your activities done at night?

ps : sebenarnya ini juga terkait dengan pola hidup manusia itu sendiri bukan?
Ada yang (katanya) termasuk kategori “manusia pagi”, dan ada juga yang ’bahagia’ disebut “manusia malam”. Yang satu merasa lebih semangat beraktivitas dan HIDUP di pagi hingga siang atau sore hari, dan mulai ’redup’ ketika senja datang menyapa. Sementara jenis yang satu lagi merasa hidup baru dimulai ketika hari beranjak dari pertengahannya, dan merasa puncak semangatnya adalah ketika malam datang
Tapi percayalah teman, keduanya dapat bertukar ketika sesuatu bernama kebiasaan mulai mempengaruhi manusia. Siang bertukar menjadi malam, dan begitu sebaliknya dengan malam. Tak salah jika manusia dan sifat relatif ibarat amplop dan perangko (perumpamaan zaman dahulu kala??).
Dan tulisan ini sebenar-benarnya saya buat pada malam hari, namun diposting pada pagi hari dengan alasan dan keterbatasan yang saya miliki :D

prolog

assalamualaikum..

well,
everything has the beginning,,
and this is the beginning of my new journal life :D
hehehe...


thanks to pohan yang sangat membantu temannya yang memiliki keterbatasan "tertentu" ini untuk mulai membuat blog dan mendorong saya juga untuk membuat blog :D



let's get the beat then!